sponsbob

Senin, 10 Februari 2014

Selayang Pandang Pendidikan



HARUSKAH MEMBOHONGI PENDIDIKAN

Raport atau yang biasa dikatakan buku hasil evaluasi belajar siswa tiap semester merupakan alat penghubung antara sekolah dengan orang tua terhadap hasil belajar siswa dalam satu semester di bangku sekolah. Raport berisikan kumpulan angka yang mencerminkan sejauh mana siswa telah mengenyam pengetahuan masing-masing pelajaran, dalam raprt itupula terdapat deskripsi kemampuan penyerapan pelajaran seorang siswa.
Kebanyakan orang tua akan merasakan kelegaan tersendiri apabila melihat hasil nilai siswa berada diatas nilai KKM (kriteria Ketuntasan Mengajar), hal ini menunjukkan siswa telah mampu mengejar kriteria tuntasnya dalam belajar. Tapi dilain pihak terdapat permasalahn yang lebih rentan terhadap pencerminan nilai dalam raport, karena nilai yang tercantum dalam raport sesungguhnya terformulasi dari berbagai aspek dalam pembelajaran. Dimulai dari penilaian afektif, psikomotorik sampai dengan kognitif. Adapaun masalah yang lebih fatal adalah ketika si anak (siswwa) tersebut diberikan nilai tuntas dengan alasan “sebagai seorang guru, tidak tahu masa depan anak bagaimana. Guru hanya membantu sampai batas ini”. Kalau dipikir lebih mendalam apakah benar bahwa tindakan guru dengan menuntaskan niali siswa secara otomatis adalah usaha guru membantu, atau bahkan akan menjerumuskan siswa pada ketidaktahuannya akan kurang mendalamnya siswa tersebut menggali potensi dalam dirinya.
Seperti sautu cerita yang pernah terjadi di suatu daerah: ada seorang siswa, sebut saja namanya algi, dia adalah seorang siswa yang kesehariannya sangat malas, pekerjaan rumah ataupun dalam proses belajar dia tidak kurang merespon. Semua pihak disekolah turun tangan, dari guru, wali kelas, bimbingan konseling dan bagian kesiswaan. Algi tidak pernah merubah tingkah lakunya, akhirnya keputusan memanggil orang tua. Ternyata si algi adalah anak yang beraasal dari keluarga broken home. Ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, dia tidak lagi hidup bersama orang tua, dia hidup bersama sang nenek yang mengasuhnya. Neneknyapun datang kesekolah sebagai wali dari algi, setelah diberikan penjelasan oleh sekolah mengenai masalah algi dalam proses pembelajaran, nenek tersebut hanya memasrahkan pada sekolah. Sekolah merasa perihatin dengan algi, berbagai cara dicoba tidak terdapat perubahan yang signifikan pada algi. Sampai pada akhirnya kenaikan kelas dan penerimaan raport. Banyak sekali guru yang mengeluhkan keadaan nilai algi, tetapi kebijakan sekolah adalah tetaap memberikan nilai tuntas pada algi hanya dengan remidi atau mengerjakan beberapa soal. Tahun demi tahun berlalu algi akhirnya tamat. Setahun kemudian ada salah seorang guru bertemu dengan algi, dia terlihat tidak jauh berbeda dengan masa sekolahnya. Sang guru bertanya apakah algi sudah memounyai pekerjaan. Algi menjawab”belum”, sang guru heran mengapa belum mendapat pekerjaan. Algipiun menjelaskan, saya memang mempunyai ijasah, nilai sayapun berada pada standar nilai, tetapi pada saat test masuk kerja saya tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, saya tidak mampu mengerjakan TPA yang berisi matematika dasar dan saya tidak pernah bisa mempraktekan penggunaan komputer, sehingga pihak tempat saya melamar kerja meragukan ijasah dan nilai yang saya terima.
Cerita diatas merupakan gambaran betapa bahayanya jika kebijakan penuntasan nilai terus saja dilaukakan. Memang seorang guru tidak bisa menggambarkan nasib masa depaan anak, tetapi setidaknya kriteria penuntasan nilai haruslah di dasari dari berbagai aspek. Akan menjadi PR yang besar bagi tenaga pendidik apabila terus menerus memberikan kebohongan akan pendidikan. Bukannya pendidikan hakikatnya memanusiakan manusia dan bertujuan mencerdasakan kehidupan bangsa seperti yang tertuang dalam UUD 1945. Pada dasarnya orang tua menitipkan anak disekolah adalah untuk menjadikan anak tersebut mempunyai bekal dalam menjalani kehidupan nantinya, bukan hanya sekedar sekolah dan mendapat nilai. Guru seharusnya menuntaskan PR semacam ini. Mencari solusi bagaimana pendidikan itu akan mengasilkan output yang lebih berkualitas, output yang mempunyai daya saing, output yang siap untuk terjun dalam kehidupan bermasyarakat.
Mungkin tak hanya disuatu daerah yang telah diceritakan sebelumnya, mungkin ada didaerah lainnya yang mempunyai permasalahan yang hampir sama atau bahkan lebih parah. Marilah dunia pendidikan kita menyelesaikan PR ini dengan solusi yang pasti.
Apabila rekan-rekan mempunyai solusi terhadap permasalahan seperti ini mari kita bahas bersama untuk mencari solusi demi terwujudnya output pendidikan yang berkualitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar